Hadits Hasan adalah hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan dari perawi yang memiliki sifat ‘adalah (muslim, baligh, berakal dan masyhur dengan ketaatannya), walaupun dhabithnya kurang (hafalannya kurang) atau haditsnya tidak terlalu dha’if jika memiliki penguat, tidak ada syadz (menyelisihi riwayat yang lebih kuat), dan tidak ada ‘illah (cacat).
Hadits hasan ada dua macam: hasan lidzatihi dan hasan lighairihi.
Hasan lidzatihi adalah hadits yang dilihat dari jalur periwayatannya sendiri hasan.
Hasan lighairihi adalah hadits yang dilihat dari sanadnya dha’if namun dikuatkan dari jalur lainnya, tetap tidak mengandung syadz dan ‘illah.
Contoh haditsnya adalah hadits tentang sifat parfum wanita.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
طِيبُ الرِّجَالِ مَا ظَهَرَ رِيحُهُ وَخَفِىَ لَوْنُهُ وَطِيبُ النِّسَاءِ مَا ظَهَرَ لَوْنُهُ وَخَفِىَ رِيحُهُ
“Sifat parfum laki-laki, baunya nampak sedangkan warnanya tersembunyi. Adapun sifat parfum wanita, warnanya nampak namun, baunya tersembunyi.” (HR. Tirmidzi, no. 2787; An-Nasa’i, no. 5120. Ada seorang perawi yang majhul -tidak disebut namanya- dalam hadits ini, penguat hadits ini pun lemah menurut Al-Hafizh Abu Thahir. Namun Syaikh Musthafa Al-‘Adawi dalam Jami’ Ahkam An-Nisa’, 4: 417 menyatakan bahwa hadits ini hasan lighairihi yaitu melihat jalur yang lain).
Lihat perbedaan penilaian dari Al-Hafizh Abu Thahir dan Syaikh Musthafa Al-‘Adawi. Yang satu menyatakan dha’if. Yang lainnya menyatakan hasan lighairihi.
Keterangan dari Syaikh Musthafa Al-‘Adawi rahimahullah:
Syaikh Mustahafa dalam Jami’ Ahkam An-Nisa’ membawakan hadits dengan riwayat berikut ini.
Diriwayatkan oleh Tirmidzi, hadits no. 2788
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ الْحَنَفِىُّ عَنْ سَعِيدٍ عَنْ قَتَادَةَ عَنِ الْحَسَنِ عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ قَالَ قَالَ لِى النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « إِنَّ خَيْرَ طِيبِ الرَّجُلِ مَا ظَهَرَ رِيحُهُ وَخَفِىَ لَوْنُهُ وَخَيْرَ طِيبِ النِّسَاءِ مَا ظَهَرَ لَوْنُهُ وَخَفِىَ رِيحُهُ ». وَنَهَى عَنْ مِيثَرَةِ الأُرْجُوَانِ
Isi haditsnya sama, namun dari sahabat ‘Imran bin Hushain.
Syaikh Musthafa Al-‘Adawi mengatakan,
“Dalam sanad hadits ini terdapat kedha’ifan karena tidak mendengarnya Al-Hasan dari ‘Imran, akan tetapi hadits ini punya syawahid (penguat). Di antara penguatnya adalah riwayat Tirmidzi, no. 2787; Abu Daud, no. 2174 dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, marfu’ -sampai pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam-, juga dikeluarkan pula oleh An-Nasa’i. Juga hadits ini memiliki syahid (penguat) dari hadits Anas sebagaimana diisyaratkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’, no. 3832. Hadits tersebut telah dishahihkan dalam kitab tersebut. Hadits Abu Hurairah itu dihasankan oleh Imam Tirmidzi, padahal terdapat kedha’ifan. Adapun hadits Anas disebutkan dalam Faidul Qadir bahwa hadits tersebut diriwayatkan dari Al-Bazzar (ada tambahan pada Ath-Athbarani dan Adh-Dhiya’), Al-Haitsami mengatakan perawinya adalah perawi yang shahih.”
Kesimpulannya, hadits yang jadi contoh di atas adalah hadits hasan lighairihi, asalnya dha’if namun memiliki penguat dari jalur lain sehingga terangkat menjadi hasan lighairihi.
Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat.
Referensi:
Al-Mukhtashar fi Musthalah Ahli Al-Atsar. Cetakan pertama, 1434 H. Abul Hasan ‘Ali bin Ahmad Ar-Razihi. Penerbit Darush Shahabah.
Fiqh As-Sunnah li An-Nisa’. Cetakan tahun 1422 H. Syaikh Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim. Penerbit Al-Maktabah At-Taufiqiyah.
Jami’ Ahkam An-Nisa’. Cetakan pertama, tahun 1419 H. Syaikh Musthafa Al-‘Adawi. Penerbit Dar Ibnu ‘Affan.
—
Disusun @ Darush Sholihin, Panggang, Gunungkidul, 5 Dzulqa’dah 1437 H
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Rumaysho.Com, Channel Telegram @RumayshoCom, @DarushSholihin, @UntaianNasihat, @RemajaIslam